Rabu, 27 Oktober 2010

Revolusi Energi, Kunci Kehidupan Kompleks

Evolusi kehidupan kompleks sangat bergantung pada mitokondria yaitu pembangkit tenaga mungil yang ditemukan di semua sel-sel kompleks, menurut penelitian baru.

Revolusi Energi, Kunci Kehidupan Kompleks
Mitokondria - gbr. wikimedia

Penelitian tersebut dilakukan oleh Dr. Nick Lane dari University College London dan Dr. WIlliam Martin dari Universitas Dusseldorf.

"Prinsip-prinsip utamanya bersifat universal. Energi merupakan hal yang sangat penting, bahkan dalam dunia penemuan evolusioner. "Alien pun membutuhkan mitokondria."

Selama 70 tahun para ilmuwan berpikir bahwa evolusi nukleus atau inti sel merupakan kunci kehidupan kompleks. Saat ini dalam karya yang dipublikasikan di Nature pada tanggal 21 Oktober, Lane dan Martin mengungkapkan bahwa sebenarnya mitokondria merupakan bagian yang paling mendasar bagi perkembangan berbagai inovasi kompleks seperti nukleus karena fungsinya sebagai pembangkit tenaga dalam sel.

"Pandangan tradisional yang digulingkan tersebut bahwa lompatan ke sel-sel 'eukarotik' hanya memerlukan mutasi yang tepat. Sebenarnya hal tersebut memerlukan sejenis revolusi industri dalam arti produksi energi," jelas Dr. Lane seperti yang dikutip dari Physorg (20/10/10).

Pada tingkat sel, manusia memiliki lebih banyak kesamaan dengan jamur, magnolia dan marigold ketimbang dengan bakteri. Alasannya ialah sel-sel kompleks seperti tumbuhan, hewan dan fungi memiliki ruang-ruang khusus termasuk pusat informasi yaitu nukleus dan pembangkit tenaga dalam hal ini mitokondria. Ruang-ruang dalam sel ini disebut 'eukariotik' dan semuanya berasal dari nenek moyang yang sama yang hanya timbul sekali dalam empat milyar tahun evolusi.

Para ilmuwan sekarang mengetahui bahwa nenek moyang yang sama ini yaitu 'eukariota pertama' lebih rumit dari bakteri manapun. Eukariota tersebut memiliki ribuan lebih gen dan protein ketimbang bakteri apapun selain kesamaan fitur seperti kode genetik. Akan tetapi apa yang memungkinkan eukariota mengakumulasi semua ekstra gen dan protein ini? Mengapa bakteri tidak?

Dengan memfokuskan pada energi yang ada di tiap gen, Lane dan Martin menunjukkan bahwa sel eukariotik rata-rata bisa mendukung 200.000 kali lipat lebih banyak gen daripada bakteri.

"Hal ini memberikan bahan mentah kepada eukariota yang memungkinkannya mengakumulasi gen-gen baru, famili gen besar dan sistem regulator dalam skala yang tak mampu dilakukan bakteri," tutur Dr. Lane. "Itu merupakan basis kompleksitas, walaupun tidak selalu digunakan."

"Bakteri ada di dasar jurang bentangan energi, dan tidak pernah menemukan cara untuk keluar," jelas Dr. Martin. "Mitokondria memberikan eukariota empat atau lima urutan besarnya energi tiap gen, dan hal tersebut memungkinkannya untuk membuat terowongan keluar melalui dinding jurang tersebut."

Peneliti tersebut kemudian beranjak ke pertanyaan kedua yaitu mengapa bakteri tidak meruangkan diri sendiri untuk mendapatkan keuntungan memiliki mitokondria? Bakteri sering kali memulainya tapi tak pernah sampai tahap yang lebih jauh.

Jawabannya terlektak pada genom mungil mitokondria. Gen-gen ini diperlukan untuk respirasi sel dan tanpa mereka sel-sel eukariotik akan mati. Jika sel-sel kian membesar dan lebih berenergi, mereka membutuhkan lebih banyak salinan gen-gen mitokondria untuk tetap hidup.

Bakteri menghadapi masalah yang sama. Mereka dapat menanganinya dengan membuat ribuan salinan keseluruhan genomnya yang dalam kasus sel bakteri raksasa seperti Epulopiscium bisa mencapai 600.000. Akan tetapi semua DNA ini memiliki ongkos energi besar yang melumpuhkan sekalipun bakteri raksasa yaitu kelumpuhan yang menghentikannya untuk berubah menjadi eukariota yang lebih kompleks. "Satu-satunya jalan keluar ialah jika satu sel entah bagaimana masuk ke dalam sel lainnya yang disebut endosimbiosis," kata Dr. Lane.

Sel-sel saling berkompetisi satu sama lain. Ketika hidup dalam sel-sel lain mereka cenderung berpotongan tergantung pada sel inangnya jika memungkinkan. Selama waktu evolusioner, mereka kehilangan gen-gen yang tak diperlukan dan menjadi langsing yang pada akhirnya hanya memiliki bagian-bagian kecil gen permulaan yaitu hanya gen-gen yang sangat diperlukan mereka.

Kunci kompleksitas yaitu bahwa gen-gen sedikit yang tersisa ini dianggap hampir tak ada. Mengkalkulasi energi yang diperlukan untuk mendukung genom bakteri normal dalam ribuan salinan serta ongkosnya merupakan suatu penghalang. Jika hal tersebut dilakukan pada genom mitokondrial mungil, ongkosnya sangat mudah ditanggung, seperti yang ditunjukkan dalam makalah Nature. Perbedaannya ialah jumlah DNA yang bisa didukung dalam nukleus, bukan sebagai salinan repetitif gen-gen tua yang sama, tapi sebagai bahan mentah bagi evolusi baru.

"Jika evolusi bekerja seperti seorang yang tanpa keahlian, evolusi mitokondria bekerja layaknya seperti sekelompok insinyur," tutur Dr. Martin.

Masalahnya ialah, walaupun sel dalam sel merupakan sesuatu yang lazim pada eukariota yang sering kali menelan sel lain, eukariota semakin jarang pada bakteri yang lebih kaku. Hal tersebut bisa dengan baik menjelaskan mengapa kehidpan kompleks dalam hal ini eukariota hanya berkembang sekali dalam sejarah Bumi, menurut kesimpulan Lane dan Martin.

http://www.nature.com/nature/journal/v467/n7318/full/nature09486.html

Kategori Terkait:

"Revolusi Energi, Kunci Kehidupan Kompleks" - 08.17.00